Memaafkan Diri.

So, someone noticed that it’s been months since the last time I wrote here. Ya, memang.

 

By the last post, you can see a short writing. A pain. A heartbroken girl.


…but I can see someone’s trauma. A blurry eyes, full of tears. That was the last time I wrote, the last time I read my own writing. The last time I thought about something that broke me into pieces.


Banyak yang tidak menyangka bahwa saya mengambil keputusan yang (cukup) mengejutkan. Banyak yang mengira (kami) baik-baik saja. Banyak yang mengira bahwa we’re born for each other. Bukan banyak, saya pun memiliki pikiran yang sama. Sakit? Bahkan waktu itu, saya tidak bisa merasakan kaki saya menapak tanah. Ngawang, kata orang. Badan saya di sini, pikiran saya entah di mana. Keputusan ini memang bukan mendadak, tapi entah kenapa, ketika berpisah, semua persiapan rasanya tidak ada gunanya lagi. It still hurts, until now.

 

….

 

Sampai kemudian saya memutuskan untuk bertemu orang baru. Ia datang membawa tawa, mengingatkan saya bagaimana rasanya jari yang digenggam, juga bagaimana rasanya….diinginkan.

 

Menyenangkan, memang.

 

Tapi saya lupa. Saya belum sembuh. Ada luka lama yang masih terbuka lebar. Saya masih suka termenung ketika orang menanyakan kabarnya. Masih suka tidak sengaja menyebut namanya ketika bercerita. Teringat tawanya di setiap sudut kota.

 

Dan pada akhirnya, saya ada di titik, saya merasa bahwa;

 

“It was me. I was the one to blame.”

 

“Sebenernya yang salah tuh bukan dia, tapi gue…”

“Kalo gue ga ngotot, mungkin ga bakal begini kali ya?”

 

Padahal setelah dipikir-pikir lagi, mateng-mateng, dengan kepala dingin, keputusan ini udah saya pikirin bahkan hampir (atau sudah) setahun lamanya.

 

Yang kemudian tidak saya sadari, secara tidak langsung; saya menyakiti hati orang baru. Yang mengingatkan saya how my tummy blooms after a kiss. Patah hati, yang mematahkan hati. Terus menerus, tidak berhenti.

 

Iya, saya belum sembuh. Entah sampai kapan. I know, it will pass. Sebulan, dua bulan, setahun,dua tahun. Nobody knows.

 

Fase itu, ternyata belum saya lewati hingga akhir. Saya belum sembuh. Saya belum bisa sepenuhnya menerima keadaan, bahwa tidak apa-apa untuk patah hati. Tidak apa-apa jika belum sembuh. Tidak apa-apa jika memang harus berakhir.

 

Sebenarnya, bukan dia di masa lalu yang harus kamu maafkan. It is you, and yourself.

 

 

 

 

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar