Setelah dua tahun lebih berlari, kaki ini, akhirnya, berdarah juga. Terlalu banyak luka, terlalu sering terjatuh, tersandung, karena dipaksa berlari.
Saya terkadang bisa jadi orang paling ngotot, when it comes
to what I want. Saya pengen sepatu baru, besok saya langsung dapat. Saya pengen
makan enak, tanpa tunggu lama, langsung saya dapatkan.
….
Tapi saya kadang lupa, kalau dalam sebuah hubungan, saya
tidak bisa begitu.
….
Dulu,saya sering memikirkan rasanya punya keluarga kecil
(dengan pasangan saya tentunya), punya satu anak yang wajahnya mirip saya, tapi
otaknya mirip bapaknya. I’m happy just by thinking of it.
….
Tapi ternyata, rasa happy saya tidak berbalas.
….
Dulu, saya sering marah karena tidak pernah digandeng,
karena rambutnya tidak pernah dielus, karena tangan saya ditepis ketika saya
meringsek minta dipeluk. Dulu, saya ingin pasangan saya mengerti bahwa saya
ingin diperlakukan seperti pasangan pada umumnya. Dulu, saya marah ketika
ulangtahun saya dilupakan, ketika tidak adanya ucapan di hari kasih saying.
….
Sampai pada titik di mana saya merasa cukup. Cukup lelah
untuk berlari, cukup sakit bahkan hanya untuk sekedar berjalan.
….
Akhirnya, saya berhenti berlari. Bukan karena menemukan
tempat singgah, tapi karena kaki saya sudah terlalu banyak terluka.