2015.
Memakai headphone, gadis itu
tersenyum sembari mengobrol dengan tawa renyah dan dan suara ceria.
Sendiri. Seolah ia sedang bersenda gurau dengan banyak manusia lain,
nyatanya ia hanya sendiri. Mendengarkan lagu favoritnya, didengarkan
oleh khalayak ramai.
“Halo selamat malam, dengan siapa
dimana mau request lagu apa? Titip salam buat siapa nih?”
.....
2018.
Gadis itu masih tetap sama.
Senyum yang sama, tawa renyah yang sama. Namun di tempat yang
berbeda. Sekilas gadis itu tampak sama seperti 3 tahun lalu...senda
gurau yang sama, sifat kekanakan yang sama.
...namun kali ini;
“Bapak, ada yang bisa saya bantu?”
...tak ada lagi headphone, tak ada lagi
dendangan lagu-lagu favorit gadis itu, tak ada lagi salam-salam
dititipkan dari para pendengar, dan tak ada lagi rasa hangat
membuncah bagai puteri malu yang mulai membuka daunnya.
:)))
Ini bukan hanya tentang gadis itu,
namun juga mimpi. Yang harus
dilepaskan. Yang kemudian dikubur dalam-dalam.
Tentang berusaha untuk menjadi tidak
egois. Tentang beban yang harus ditanggung. Tentang tawa renyah yang
harus selalu ada apapun kondisinya. Tentang usaha untuk membahagiakan
orang lain. Tentang...mengalah.
Tentang kenyataan dan mimpi yang kadang
tidak bisa berjalan beriringan. Tentang tangan yang harus membuka
genggaman demi lancarnya angin berlalu. Tentang kaki yang tidak bisa
berjalan maju bersamaan. Tentang luka yang muncul akibat terlalu
kerasnya menggenggam tali. Tentang pasir yang hilang seiring makin
kuatnya tangan mengapit.
...juga tentang seseorang. Yang
punggungnya bergerak menjauh. Yang pundaknya tempat gigitan dan tawa
meledak. Yang suara tawanya bagai petir di siang hari; mampu
membuyarkan lamunan. Yang sifat egoisnya sering dirindukan.
......
bukan tentang pilihan, namun tentang
melepaskan. Merelakan. Membuka genggaman agar tidak semakin melukai.
Melepaskan, dan menyimpannya bagai hadiah indah yang seharusnya
dirawat dan dinikmati keindahan kenangannya.
.....
Good night, people. Xoxo.