Harta, Tahta, Margaretha

  • Hello!
  • Twitter
  • Ask.fm
  • Instagram
Home Archive for Februari 2016
“Cowok idamannya kayak gimana?”

Ceritanya barusan iseng-iseng buka ask.fm, terus nemu pertanyaan diatas yang kira-kira udah lumayan lama saya jawab. Saat itu sih saya jawabnya ngarang banget, asal mau ngeshare kulit ayam kfc ke saya, itu pasti tipe cowok idaman saya banget, hahaha.


Itu dulu.


.....ketika saya masih belum kepikiran tentang bagaimana kriteria (cielah) seseorang yang akan saya jadikan teman hidup kedepannya.


Nah sekarang, pikiran saya mulai terbuka sedikit demi sedikit. Melalui beberapa kali menjalin hubungan dengan laki-laki (yang pada akhirnya kandas semua), sekarang saya mulai berpikir,


Saya mencari laki-laki macam apa sih?


...yang kemudian sayup-sayup terdengar suara teman-teman saya.........


“YAELAH JENONG KAYAK UDAH PALING CAKEP AJA ELU PAKE KRITERIA COWOK SEGALA!”


Well, kesannya emang arogan banget yah. Mengingat saya juga bukan perempuan sempurna yang cantik tinggi semampai pintar kalem dan rajin menabung, jadi rasanya tidak terlalu pantas juga jika saya harus “menyeleksi” laki-laki yang nantinya akan jadi teman hidup saya.


.....tapi, saya ngga mungkin juga kan cuma sekedar pasrah “menerima” keadaan? Toh saya rasa semua perempuan punya hak untuk menentukan bagaimana laki-laki yang akan menjadi pendamping, ya itu berarti termasuk saya juga, kan?


Nah disini ngayal-ngayal babu seorang Etha Anastasia dimulai....

  1. Prinsip

Menurut saya, laki-laki yang punya prinsip yang jelas, prinsip yang “membangun” untuk dirinya, juga prinsip yang sejalan dengan prinsip saya, merupakan pondasi yang kuat dalam menjalani hubungan (dengan saya tentunya). Prinsip yang sejalan dengan saya dalam konteks ini bukan berarti kami harus punya prinsip yang sama, namun cukup sejalan saja. Saya punya banyak mimpi yang ingin saya wujudkan, dan dia pun (seharusnya) punya mimpi yang sebaiknya ia wujudkan. Bayangkan saja kalau nantinya kami berbeda prinsip, mau jadi apa?

  1. Berpikiran maju

Saya tipikal orang yang punya banyak mimpi dalam kepala saya. Pengen lanjut sekolah di luar negeri lah, pengen nerbitin buku lah, pengen jadi diplomat lah, pengen jadi presenter tv lah, dan pengen-pengen yang lain. Saya tentunya butuh pendamping yang siap untuk mendorong saya maju, tapi yang jelas sebelum mendorong saya untuk maju, ia sudah harus maju lebih dulu. :)

  1. Pinter!

Bukan, yang saya maksud pinter disini bukan yang harus punya IPK 4.01 (emang ada?), atau harus bawa buku kemana-mana, atau yang kerjaannya ngomongin rumus-rumus fisika yang rumit, atau apapun hal nerd lainnya, ya karena saya bukan perempuan yang pinter juga. Bagi saya, pinter disini ya yang nyambung kalo diajak ngobrol, apalagi saya orang yang random seperti ini. Pagi ngomongin makanan enak, siang ngomongin tempat nongkrong asik, sore ngomongin hewan-hewan lucu, malem ngomongin “pecel lele itu pecelnya dimana?” (yang saya masih ngga ngerti itu pecelnya dimana).

Pernah ada kasus lucu tentang saya dan laki-laki yang bisa disebut “mantan” gebetan saya. Kala itu kami ngobrol di sebuah kafe, dan seperti biasa, saya tiba-tiba nyeletuk “Eh kamu suka Payung Teduh ngga?”. Dia bilang, “Ha apaan tuh?”. Yaaaa karena ga banyak orang yang tau Payung Teduh, jadi ya wajar aja kalau dia ga tau. (etha anaknya positive thinking banget gitu)

Kemudian topik saya belokkan. “Eh samsung ngeluarin S5 lohhhhh keren gila.....” yang kemudian dijawab “Ha aku ga ngerti gadget hehe”. Okay.........sedikit ilfeel lah sekarang. Kemudian saya belokkan lagi topik sampai ke “Emang kamu suka musik yang kayak gimana?” dan jawabannya kali ini bikin saya tercengang dan akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendekatan, yaitu.......

“Aku sih sering dengerin dangdut koplo.”

Ya. Masa lalu yang indah.

  1. Rapi

Makin kesini saya udah ngga pernah lagi memikirkan bagaimana fisik laki-laki yang nantinya akan jadi pendamping saya. Tidak perlu harus tinggi putih berhidung mancung, tapi cukup....rapi. Dan bersih. (Etha anaknya ga suka menuntut kan? Kan????)

  1. Bisa menerima saya, dan keluarga saya.
Kelihatannya simpel memang, tapi dalam prakteknya....sulit sekali. Saya ini perempuan yang tidak suka diposesifin (kalo kata anak sekarang mah gitu), tapi sekaligus perempuan yang gampang insecure terhadap pasangan. Salah satu contohnya itu sih. Plus kadang memang ada beberapa laki-laki yang mundur ketika melihat keluarga saya yang memang terkesan “pemilih” dan......yah gitu lah.

  1. Seiman
Ini poin paling penting sih. Yaaaa bayangin aja kalau semua kriteria diatas udah dipenuhi tapi ternyata beda agama? Ya. Ambyar.


Ya saya tau, manusia cuma bisa berangan-angan dan berencana, tapi kadang Tuhan punya rencana sendiri, dan Ia lah yang nantinya akan menentukan. Tapi so far kalo sekedar ngayal-ngayal babu kayak gini sih, cincailah!




Xoxo
-tha-


Desember, 2012.


Kala itu saya dan keluarga sedang dalam acara liburan Natal dan merayakan tahun baru di Bali. Selama tiga hari berada disana, semua berjalan mulus dan menyenangkan. Sampai saat saya pulang dan sampai di Malang, tiba-tiba darah menetes keluar dari hidung saya. Ya, itu pertama kali saya merasakan yang namanya mimisan. Liburan yang terlampau menyenangkan (juga melelahkan) kemudian akhirnya membuat tubuh saya sering drop.


Januari, 2013.


Saya menemukan sebuah benjolan kecil di leher sebelah kanan saya, didekat collarbone (btw collarbones itu bahasa indonesianya apa yah). Tidak sakit, tidak ada pula rasa nyeri. Biasa saja. Saya beritahukan kepada ibu, dan ibu bilang mungkin saya hanya kelelahan, dan juga mungkin karena saya terlalu banyak makan junk food ketika berada di Bali, maka benjolan itu muncul. Kala itu, saya cuek saja. Tidak sebegitu peduli dengan kesehatan, toh selama saya tidak merasa sakit, itu berarti fine-fine saja, kan.


Februari, 2013.


Pemikiran saya akan kesehatan yang tergolong cuek perlahan mulai pudar. Benjolan yang ada di leher saya semakin membesar, saat itu sudah hampir sebesar bola pingpong sepertinya. Iseng-iseng saya tanyakan kepada sepupu saya yang seorang dokter, dan jawabannya membuat saya terkejut.


“Eh kok dibiarin aja? Cepet bawa ke rumah sakit, biar dibiopsi, itu bisa jadi tumor atau bahkan kanker”. Begitu kira-kira jawab sepupu saya.


Jreng........


Saya mendadak merasa ada yang tidak beres dengan tubuh saya. Selama ini saya tidak sadar bahwa saya memang sering mengalami mimisan, bahkan pingsan apabila badan terlalu lelah. Ketahanan tubuh saya seperti hilang entah kemana.


Kemudian akhirnya ayah dan ibu membawa saya ke ahli pengobatan alternatif (akupuntur) dengan menggunakan obat-obat herbal ramuan China. Ayah tidak berani membawa saya ke rumah sakit, sebab beberapa waktu sebelumnya, beberapa anggota keluarga besar kami meninggal karena proses biopsi yang salah dan akhirnya membuat sel kanker yang ada makin menjalar ke organ tubuh yang lain. Karena saya orang yang tidak cukup mengerti tentang tindakan medis, maka saya nurut-nurut saja mau dibawa kemana, toh itu juga untuk kebaikan saya sendiri nantinya.


Kala itu ayah tidak membawa saya ke tempat pengobatan alternatif yang asal-asalan. Ayah membawa saya kepada seorang dokter (medis) yang memiliki sertifikat sebagai akupunturis (ahli akupuntur).


Dan benar saja. Setelah memeriksa saya dengan cara memasangkan beberapa jarum di bagian tubuh saya, dokter mengambil kesimpulan bahwa saya terkena leukemia. Tampak dari tangan dan bibir saya yang memang bisa dikatakan pucat karena tidak ada rona merah disana. Kata dokter itu karena sel darah putih dalam tubuh saya selalu “memakan” sel darah merah. Saya tidak tahu pasti, yang saya tahu hanya leukemia merupakan sejenis kanker darah yang disebabkan sel darah putih yang lebih banyak dari sel darah merah.


Dokter kemudian memberikan saya beberapa obat-obatan (ramuan cina) dan kemudian memberikan pantangan-pantangan makanan yang harus saya hindari. Tidak semua buah bisa saya makan, tidak semua makanan bisa saya makan. Tidak ada seafood, tidak ada makanan pedas (termasuk merica), tidak ada mecin (omg), tidak ada daging sapi (saya santai saja karena memang tidak suka daging dari dulu), tidak ada junk food, dan yang paling menyedihkan ialah tidak ada mie instan.


Pulang dari tempat pengobatan, ayah mengajak saya ke mall, untuk menghilangkan rasa shock saya terhadap vonis yang tadi dokter berikan. Ayah memberi saya semangat menjalani masa pengobatan dengan cara memberikan saya kesempatan terakhir untuk makan junk food, karena besoknya saya harus puasa dari semua makanan enak itu...


Semua saya jalani dengan hati yang, yah..bisa dibilang nyesek. Namun entah kenapa, saya merasa saya tidak ada yang perlu dibuat sedih. Saya jalani saja setiap hari membawa bekal yang rasanya hambaaaarrrr bangetttt karena tanpa merica, tanpa rasa pedas (yang sangat saya sukai), tanpa mecin, dan hanya sedikit garam. Saya jalani saja setiap hari membawa tiga botol obat, yang kemudian tiap empat jam sekali saya minum tujuh butir. Saya jalani saja setiap minggu harus bolak-balik kontrol ke dokter supaya keadaan saya bisa kembali, seperti dulu. Saya jalani saja hal itu terjadi sampai akhirnya setahun berlalu...


Dan kemudian saya dinyatakan sembuh dari leukemia.


Maret, 2013.


Saya ingat betul, kala itu ulangtahun saya. Saya menemukan dua benjolan kecil lagi di leher sebelah kanan, kali ini ukurannya lebih kecil dari ukuran benjolan sebelumnya. Ada satu benjolan pula di bawah ketiak.


Apa lagi ini?


Sesuai yang disarankan teman-teman kala itu, saya melakukan cek darah, kalau-kalau memang leukemia saya belum sembuh total. Dan hasilnya? Memang jumlah leukosit (sel darah putih) saya kala itu jauh diatas normal, dan sel darah merah saya masih diambang batas.


Ayah kemudian membawa saya ke dokter. Dan yang kami dapati adalah kanker kelenjar getah bening yang kini ada di dalam tubuh saya...


Karena stadiumnya yang masih awal, saya akhirnya hanya meminum obat-obatan tanpa harus kemo. Sungguh lelah rasanya, tiap hari meminum hampir 21 butir obat, detak jatung yang tidak karuan, tidak boleh ini, itu..


Selama hampir dua tahun saya berjuang, mungkin kelihatannya saya tidak banyak melalui perjuangan, namun andai kalian tau bahwa meminum berpuluh-puluh butir obat tiap hari, tidak boleh makan ini itu, harus rutin kontrol ke dokter yang tempatnya jauh, itu berat.....sekali.


Tapi ada satu yang membuat saya bertahan. Keluarga. Mereka ikut sakit ketika saya sakit. Ikut susah ketika saya susah. Ketika saya harus menghindari beberapa makanan, keluarga saya ikut menghindari makanan tersebut. Ketika saya harus kontrol ke dokter, ayah dan ibu saya bergantian mendampingi. Perhatian simpel memang, namun mereka berhasil membuat saya keluar dari jerat penyakit kanker.


....walaupun dia kembali lagi. Datang menggerogoti saya. Sukses membuat rambut saya rontok kembali.


Dan untuk kalian para penderita kanker, apapun itu, stadium berapapun itu, pesan saya hanya satu, berbahagialah. Saya tau itu berat, saya tau bagaimana kanker tidak hanya menggerogoti tubuhmu, namun juga semangatmu. Namun bagaimanapun, berbahagialah. Kamu terpilih karena kamu sanggup. :))





-tha-
Beberapa minggu yang lalu, karena menganggur saya iseng membuka akun facebook saya yang sepertinya sudah berdebu karena tidak pernah dibuka, hehe. Ada banyak sekali notifikasi yang masuk, dan salah satunya ada sebuah komentar yang ditinggalkan seseorang di postingan foto saya.


“Hey, I miss you”, katanya.


Awalnya saya lupa dia siapa, namun setelah saya buka akunnya, baru saya ingat. Dia teman lama saya di SMP. Hmm, teman dekat lebih tepatnya. Kemudian dengan santai saya membalas komentarnya,


“I miss you too, dut!” (saya memanggilnya dudut, entah kenapa ini kebiasaan saya untuk memberi nama panggilan aneh kepada orang)


Ya, santai......tanpa perasaan apapun. Hanya sebagai teman lama yang rindu karena sudah sekitar lima tahun tidak pernah bertukar kabar. Sesederhana itu.


Kami lalu saling bertukar pesan via facebook messenger, dan akhirnya saling bertukar kontak agar dapat saling menghubungi nantinya.


Kemudian saya iseng lagi untuk membaca kembali percakapan kami sekitar lima tahun lalu. Sebuah senyum terlukis di bibir, ditemani rasa hangat yang tiba-tiba datang menyeruak tanpa permisi.


Tidak, saya tidak gagal move on. Ya menurut saya begitu sih. Kami hanya dua orang anak remaja labil yang baru memasuki usia 14 tahun kala itu. Sedang mencari jati diri. Sedang senang-senangnya merasakan yang namanya cinta monyet.


Kemudian saya tidak sengaja memikirkan hal tentang saya sendiri. Sudah hampir enam tahun dari waktu itu. Saya bertambah besar. Bertambah tinggi (well meskipun cuma 4 cm itu tetep nambah kan?????). Bertambah usia. Bertambah dewasa. Juga berubah. Sangat berubah mungkin.


Kami kemudian melanjutkan percakapan kami via bbm dan line. Dan ini yang ia katakan,


“Kamu berubah banget ya. Sekarang udah makin nyenengin, makin percaya diri juga. I'm so proud of you. Dulu aku inget banget kamu itu anaknya pemalu, udah gitu dikit-dikit marah kalo diledekin, suka menggerutu juga..”


Saya tersenyum seketika. Tau bahwa ada seseorang yang menyadari bahwa saya berubah. Lebih lagi bahwa saya berubah kearah yang lebih baik.


Kami bertukar cerita, kadang masih diselingi memori-memori lama yang pernah ada. Sekali lagi, saya tidak menganggap ini sebuah gagal move on atau apalah itu (karena jujur saya ngga ngerti gagal move on dari apa), hanya perasaan rindu antar teman yang dulunya pernah dekat, tidak lebih.


Senyum kembali mengembang di pipi saya bahkan ketika saya menulis ini. Bukan karena kenangan yang tiba-tiba datang, tapi karena......ya....karena masih ada yang mengingat saya.


Sederhana saja.


Lucu memang, bagaimana pembicaraan sederhana seperti itu mampu mengubah hari saya, membawa saya kepada perasaan-perasaan yang hangat.....


Perasaan ketika mengetahui bahwa kamu diingat oleh orang lain, perasaan bahwa kamu masih diperhatikan orang lain.......itu perasaan yang hangat, yang bisa tiba-tiba datang menyeruak di dada dan kemudian membuat pipi bersemu. Apalagi di era yang membuat manusia makin individualis, makin cuek dan seakan tidak peduli akan orang lain, dan masih ada seseorang yang ingat seperti apa kamu dulunya, dan bagaimana kamu berkembang, bagaimana kamu bisa seperti saat ini..


.......juga perasaan ketika kamu tau bahwa ada orang lain yang merindukanmu, tanpa embel-embel lain.......jika itu tidak membuatmu tersenyum hangat maka saya yakin ada yang salah dengan dirimu.





-tha-
Dulu awal-awal bikin ask.fm (oh ya buat kalian yang belum follow ask.fm aku ayuk segera difollow dan nanya-nanya disana #tsaelah #ceritanyapromosi) aku sering banget dapet pertanyaan macam ini,


“Pilih mall atau pantai?”
“Pilih kedai kopi yang tenang atau bar yang rame?”
“Pilih jadi cantik atau pinter?”
“Pilih jadi cewek yang feminim atau tomboy?”
“Pilih makan di kafe atau lesehan pinggir jalan?”
“Pilih The Beatles atau Justin Bieber?”


Saat itu ada sesuatu yang terlintas di pikiran, tiba-tiba muncul aja gitu.


Kenapa ga jadi dua-duanya aja?


Kenapa ga jadi perempuan yang suka ke mall tapi bisa selow diajak ke pantai? Kenapa ga jadi perempuan yang bisa diajak bertukar cerita di kedai kopi tapi bisa juga diajak mimique cantik di bar? Kenapa ga jadi perempuan yang bisa pake sneakers, kaos oblong dan jeans tapi bisa juga pakai heels pas kondangan?


Yah walaupun pada akhirnya ga semua aktifitas diatas ga sering lagi aku lakuin karena beberapa alasan....tapi tetep aja, salah satu prinsipku: menjadi fleksibel.


Maksudnya gimana nih waduh..


Bukan, bukan jadi fleksibel terus bisa dikit-dikit labil gitu yah. Bukan seperti itu.


Fleksibel disini maksudnya ya...bisa jadi apapun. Bisa diajak dinner romantis di kafe, tapi ngga kagok juga kalo diajak makan lalapan pinggir jalan (tapi kadang lebih enak lalapan pinggir jalan fyi aja). Bisa diajak shopping kece di mall, tapi ga risih juga kalo blusukan masuk pasar beli bahan makanan. Bisa pake nail art yang lucu-lucu, tapi woles aja kalo diajak panas-panasan ke pantai. Sering nyetir mobil kemana-mana, tapi ga masalah juga diajak naik motor, (bahkan sendirinya sering naik angkot). Bisa pakai sneakers sama jeans plus kaos oblong ke kampus, tapi besoknya bisa langsung berubah pake heels dan kebaya ke nikahan temen. Bisa diajak nongkrong cantik ke kafe, tapi bisa juga diajak belajar bareng di kosan temen.


Ya, gitu deh..


Prinsip ini diturunkan ayah (disamping sifat yang suka ngomel dan bandel yang diturunkan ayah juga) dan sampai sekarang masih menempel erat bagiku. Ayah dulu (sebelum menikah) terkenal sebagai laki-laki yang suka ajojing (kalo sekaran namanya dugem ya), juga terkenal suka minum-minum, tapi tidak pernah melupakan tanggung jawabnya untuk bekerja, karena ayahku salah satu tulang punggung keluarga kala itu. Ayah sempat punya rambut gondrong dan punya banyak barang berkelas sebagai koleksi. Ayah juga mendapat beberapa plat emas dari perusahaan tempatnya bekerja karena ayah adalah salah satu karyawan yang rajin saat itu. Ayah membuktikan bahwa hidup harus seimbang. Harus bebas, namun tetap bertanggung jawab.



Random lah, kalau kata anak sekarang yah. Kadang bisa begini, kadang bisa begitu. Semaunya. Orang bilang aku tidak punya identitas, tapi secara ga langsung aku bisa anggep kalau menjadi random dan fleksibel itu sebuah identitas. :)


...dan sampai sekarang pun aku masih suka shuffle playlist musik dari Let It Be – The Beatles, langsung ganti ke What Do You Mean – Justin Bieber.



xoxo.
-tha-
Ini cerita tentang kamu,
yang baru masuk dalam hidupku, namun membawa sejuta cerita baru.


Tentang kamu,
yang sudah berani membawaku keluar dari kehidupan laluku.


Tentang kamu,
yang sudah berani menyentuh kembali luka lama yang masih belum sembuh sepenuhnya,
sekaligus membantuku menyembuhkannya,
namun akhirnya membuat luka baru.


Tentang kamu,
yang sudah mengembangkan senyum lebarku tiap pagi,
yang membuatku ingin malam tidak cepat berlalu,
yang membuatku sering terbangun tengah malam hanya untuk dapat memberimu kabar,
namun juga membuat tangis di tengah malam yang menjadi nyata.


Tentang kamu,
yang membuatku rela mengurangi jam tidurku untuk mendengar cerita baru setiap harinya.


Kamu,
Laki-laki yang bukan tipikal idamanku,
namun sukses membuat aku tersenyum sendiri tiap kali melihat tingkahmu
yang kadang romantis, namun tidak jarang pula menyebalkan.


Kamu memang bukan tipikal indamanku,
namun kamu sukses membuatku khawatir jika tiba-tiba menghilang.


....sukses pula membuatku menolak orang lain yang mendekat.


Kamu yang santai saja melihat aku kadang bertingkah sebagai weirdo,
karena kamu mengaku sebagai seorang yang freak.


Kamu yang selalu menanyakan “ada cerita apa hari ini?”
kemudian berhasil membuatku...ya sebut saja, jatuh cinta
dalam waktu yang sangat singkat.


Kamu yang sering berkata “lak onooook ae”
ketika aku bercerita tentang kejadian unik hari itu.
Kemudian sukses membuatku senang karena bisa membuat orang lain tertawa,
yah walaupun aku juga tidak tau itu tawa yang tulus atau tidak.


Kamu dengan segala karaktermu, juga aku dengan segala karakterku,
membuatku mengerti bahwa manusia akan selalu berbeda,
dan kamu mengajarkan bahwa perbedaan itu indah.


Orang banyak berkata,
“Are you okay? Kamu ga salah pilih?” ketika aku datang membawa bayanganmu.


Aku memang tidak pernah menjawab,
karena hanya waktu yang bisa menjawab.


Kita memang memutuskan untuk menjalani apapun yang terjadi,
apapun yang ada didepan, dan meninggalkan apa yang sudah berlalu.


Dari kamu,
aku bisa mengerti bahwa tidak semua orang punya hati yang sama seperti kita.


Aku bisa mengerti bagaimana hidup berputar,
bagaimana harus berjuang,
bagaimana harus mencintai,
juga bagaimana supaya tidak berharap terlalu tinggi,
dan kini akhirnya aku tau,
bagaimana harus berjalan mundur.




Saya pernah membaca sebuah tulisan berisikan “guide” untuk mendapatkan hidup yang bahagia. Salah satu pointnya adalah dengan mencoba untuk tidak peduli akan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Perbanyak tertawa, perbanyak melakukan hal menyenangkan, berpikirlah positif, dan sebagainya.


Tapi taukah kamu, semua diatas tidak dengan mudah dilakukan. Simpel memang kelihatannya. Anak kecil pun mungkin dengan mudah dapat memahami maksud dari beberapa pesan itu. Namun sekali lagi, melakukan itu semua tidak semudah yang dibayangkan.


Saya, menghabiskan masa kecil saya dengan ditinggal kemana-mana sendirian hanya bersama mbak pembantu, dititipkan sana sini, juga belajar sendiri sedari kecil, ya karena memang kedua orangtua saya yang kala itu merupakan pekerja luar kota yang sibuk dengan kemacetan dan segala urusannya masing-masing. Bisa ditebak, kini saya tumbuh dewasa sebagai seorang yang bisa dibilang cuek, dan tidak peduli akan apapun yang seharusnya bukan menjadi urusan saya.


“Eh tau gak si A tuh bla bla bla....”
“Ha masa sih?”
“Iya, emang kamu gatau?”
“Ngga, dan emang ga pengen tau..”

:))


Dulunya hal itu sering terjadi dalam lingkup kehidupan saya. Saya (dulunya) bukan tipikal orang yang haus untuk mengomentari apa yang orang lain kenakan, apa yang orang lain lakukan, apa yang orang lain makan, juga apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Cuek saja.


Namun semua itu berubah lama kelamaan. Saya pindah rumah di daerah kampung di kota Malang. Tempatnya padat, tidak ada jarak antar rumah seperti rumah saya sebelumnya. Banyak warganya sering mengomentari warga lain, sering nimbrung untuk sekedar mengobrolkan hal tidak penting (yang menurut saya hanya akan menambah dosa karena pasti ujung-ujungnya bergosip), dan yang perlu digarisbawahi adalah, kebanyakan warga yang suka nimbrung sana sini itu adalah kaum laki-laki.


Saya, yang memang tergolong tidak pedulian, kala itu merasa fine-fine saja ketika teman-teman saya (kadang teman lelaki saya) datang ke rumah untuk sekedar singgah dan mengobrol sebentar. Ya, hanya singgah dan mengobrol sebentar. Saya juga santai saja menceritakan hal itu terhadap ibu saya, karena menurut saya itu sesuatu yang wajar dan tidak ada yang salah.


Namun kamu tau apa jawaban ibu saya?


Dengan sedikit membentak ibu saya berkata,
“Kamu jangan seenaknya gitu. Ada temen laki-laki ke rumah kalo pas lagi ga ada ayah atau ibu kan pasti dilihat orang lain ga enak. Ya walaupun nyatanya kamu memang cuma ngobrol aja di ruang tamu, tapi kan ga semua orang punya pikiran yang sama. Walaupun itu juga Anggian yang sahabatmu sendiri, kamu ga bisa seenaknya sendiri gitu.”


Saat itu, saya mulai kehilangan arah. Awalnya saya hidup santai dengan tidak peduli dengan apapun yang orang lain pikirkan, namun tiba-tiba ibu datang membawa sesuatu yang berbeda. Orang akan selalu memiliki penilaian, dan kadang juga tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan.


Namun salahkah bila memang kita memilih untuk tidak peduli?


“Loh, tapi kan aku sama teman-temanku itu juga cuma ngobrol. Lagian juga ga semua temanku yang datang itu laki-laki. Kadang kami ramai-ramai, kadang ya memang sendiri-sendiri. Apa yang orang lain bicarakan tentang saya nantinya juga bukan urusan saya, kan Bu?”

“Iya memang bukan urusan kamu, tapi kami orangtuamu merasa malu jika sampai nantinya mendengar orang lain bicara tidak baik tentang kamu, nduk.. Ibu dan ayah tau kalau kamu memang tidak melakukan hal buruk, tapi apa orang lain punya pikiran yang sama? Ibu dan ayah cuma mau melindungi kamu dari serangan omongan orang diluar sana yang tidak tau apa-apa tentang kamu..”


...kemudian yang saya ingat saya hanya menangis sesenggukan karena merasa kehilangan arah.


Ya, kehilangan arah.


......


Katanya, kita harus berpikir matang-matang
Maka aku berpikir matang-matang
Katanya, kita harus melompat setinggi mungkin
Maka aku melompat setinggi mungkin
Katanya, kita harus bertingkah baik-baik
Maka aku bertingkah baik-baik
Katanya, kita harus bertindak lemah lembut
Maka aku bertindak lemah lembut
Katanya, kita harus menjadi diri sendiri
Maka aku menjadi diri sendiri
Katanya, kita harus mengabaikan kata orang
Maka aku kehilangan tujuan.



-tha-



Akhir tahun lalu, saya sempat dekat dengan seseorang, sebut aja si Obel. Hubungan pendekatan kami bisa dibilang mulus sampai suatu ketika saya stalking (ya, cewek punya skill stalking lebih handal daripada FBI, asal tau aja) akun line miliknya. Dan secara ga sengaja, saya nemuin satu postingan si Obel ini dan ada nama mantannya disitu. Dari situ juga saya bisa ngeliat kalo mereka masih mesra.


Yes, mesra. Ehem, MESRA, sodara-sodara.


Entah kenapa mulai saat itu saya udah merasa ga tertarik lagi sama si Obel ini. Males aja gitu. Bukan, bukan cemburu. Tapi gimanaaaa gitu.. sebel.


Salah satu prinsip yang saya pegang sampe saat ini adalah;


Kalo emang udah berakhir yaudah, gausah ada apa-apa lagi. Menjaga hubungan baik tidak selalu harus berkabar setiap hari dan tetap bermesraan setelah semuanya berakhir.


Saya punya kira-kira 6 mantan (yang pernah ada dan pernah saya anggap), dan rata-rata hubungan kami berakhir baik-baik, dan selalu tetap menjaga hubungan baik itu. Namun saya ingat betul, bahwa hubungan kami sudah berakhir, dan ada satu hal yang harus kami jaga baik-baik;


Batas.


Tidak mudah memang, namun saya selalu berpikir bahwa apa yang sudah berakhir memang seharusnya berakhir dan tidak diungkit lagi, jika salah satu tidak ingin berakhir, ya jangan sampai berakhir. Simpel aja.


Ada satu quote nyeleneh yang pernah saya baca, isinya begini kra-kira;

Kalo masih sayang jangan dimantanin, kalo udah mantan jangan disayangin.

Cukup jelas kan? :))

Menjaga batas juga tidak harus berpaling muka jika bertemu, atau saling menghindar agar tak ditanya kabar. Jalani saja semuanya seperti biasa, namun ingat, ada hati yang harus dijaga. Entah itu kekasihmu, entah itu kekasihnya, entah itu orang yang baru dekat denganmu (well, dalam kasus ini, orang yang baru dekat itu saya).

Menjaga batas itu cukuplah dengan saling mendoakan yang terbaik, saling membantu apabila diperlukan (ingat, diperlukan dalam konteks ini adalah ketika udah kepepet gapunya siapa-siapa lagi buat dimintain bantuan, jadi jangan gatel deh ya kayak selingkuhan).

Udah gitu aja yah wejangan Etha di malam minggu nan hangat tanpa pelukan kali ini. Yuk budayakan pakai krim malem sebelum bobo. #yha #dutakrimmalamberkata #kemudiandilindes

Tiwamat mawam semuanya, xoxo.

-tha-










Nama saya Anastasia Margaretha Eka Putri. Hanya seorang gadis biasa dengan wajah yang biasa saja, dengan postur tubuh yang sangat biasa saja, dengan kepribadian yang biasa saja, dengan cerita kehidupan yang juga biasa saja. Tidak ada yang dapat ditonjolkan, namun seharusnya tidak pula diremehkan.


Saya tidak punya yang kebanyakan gadis lainnya punya. Mobil mewah, baju keren, sepatu lucu, handphone up to date, uang melimpah, bahkan keluarga konglomerat. Saya hanya gadis yang biasa saja, yang hidup biasa saja dengan serba sederhana. Kalau kamu berpikir saya memiliki hati yang suci serta taat beragama, sepertinya kamu salah. Saya lahir dan besar dalam lingkungan yang bisa dibilang biasa saja, tidak terlalu taat beragama, namun juga tidak sampai terpecah belah. Dan jika kamu berpikir bahwa saya adalah orang yang kurang bersyukur, menurut saya, sekali lagi, sepertinya kamu salah. Saya bersyukur, sangat bersyukur bahkan, dilahirkan dalam keluarga biasa saja, karena saya bisa mengerti bagaimana rasanya tidak memiliki uang sepeserpun dikala teman-teman lain berlomba-lomba meninggikan uang saku. Saya mengerti bagaimana rasanya pulang sekolah harus naik angkot kemanapun, harus menabung dahulu untuk mendapat sesuatu yang saya inginkan kala itu, juga harus menahan lapar karena tidak memiliki uang yang bisa saya pakai jajan kala itu.


Saya bersyukur menjadi seorang gadis yang biasa saja, yang selalu menghargai apa itu uang, apa itu usaha. Saya besyukur lebih dari apapun karena bisa menemani kedua orangtua saya dari nol hingga kini. Saya bersyukur memiliki kedua orangtua yang selalu peduli akan apa yang saya butuhkan, hingga kini saya tumbuh tanpa kekurangan suatu apapun.


Sebagai seorang gadis biasa, saya sangat sering menjumpai situasi dimana saya harus berjuang, sendirian, dan tanpa uang. Saya juga sangat sering menjumpai situasi dimana saya harus merangkak dari bawah, diinjak, bahkan ditendang. Sendirian. Saya harus mengandalkan diri sendiri. Kamu tahu kenapa?


Ya, karena saya seorang gadis biasa.


Tanpa embel-embel uang, mobil mewah, badan tinggi semampai, pipi tirus maupun senyum yang menawan, dan lainnya.


Juga tanpa kecerdasan diatas rata-rata seperti yang gadis-gadis lain miliki.


Tapi apa itu menjadi alasan agar saya patut diremehkan? Apa itu menjadi alasan agar saya dipandang lebih rendah daripada yang lain?


Jika kamu berpikir saya iri dengan gadis lain diluar sana, untuk kesekian kalinya saya katakan, kamu salah. Tidak, saya tidak iri. Tidak pula menuntut orang lain agar tidak meremehkan saya. Tidak pula mengharap belas kasihan orang lain yang menganggap saya seorang fakir yang haus akan pengakuan banyak orang bahwa mereka yang maju hanyalah karena uang, atau hanya karena kecantikan. Tidak. Tidak seperti itu.


Saya memang hanya seorang gadis biasa. Namun ketika saya melihat sekeliling saya, ada sangat banyak orang yang luar biasa. Saya hidup ditengah keluarga yang luar biasa, orangtua yang tak pernah berhenti menyebut nama saya dalam doa, yang rela mengantar saya kemanapun untuk mencari pengobatan, yang rela melakukan apapun demi kesehatan saya bisa kembali. Ibu yang rela kehilangan tubuh moleknya untuk mengandung dan melahirkan saya, yang rela tangannya banyak luka untuk memasakkan makanan kesukaan saya, yang rela menurunkan ego dan berhenti bekerja demi merawat saya. Juga ayah yang rela tiap hari berangkat bekerja pukul tiga pagi, melakukan perjalanan empat jam lamanya untuk mencari nafkah dan pulang kerumah malamnya untuk bertemu keluarganya. Ayah, terimakasih sudah merelakan waktu tidurmu yang hanya sebentar itu untuk memenuhi pundi-pundi agar dapur kita tetap mengepul.


Memiliki teman-teman yang luar biasa juga sebuah harta bagi saya. Mereka yang selalu hadir ketika saya jatuh, ketika saya sakit, ketika saya berada di titik terbawah hidup saya. Mereka yang selalu berhasil membuat saya tertawa terbahak bahkan ketika saya sedang berada di masa sakit, di masa patah hati, juga di masa terendah hidup saya. Mereka yang membuat saya selalu sadar, bahwa saya bisa.


Untuk mereka pula, yang sering meremehkan serta memandang rendah saya. Terima kasih. Tanpa kalian mungkin saat ini, tulisan ini tidak akan keluar dari pikiran saya. Tanpa kalian, mungkin saat ini, saya akan termenung dan menangisi hidup saya sendiri. Tanpa kalian, saya tidak akan menjadi seperti sekarang.




:))


-tha-
Teman adalah, mereka yang selalu ada ketika kamu bisa santai menjadi dirimu sendiri, yang aneh, yang berantakan, yang norak, yang bahkan orang lain tidak tahu bahwa itu adalah kamu yang sesungguhnya.


Teman adalah, mereka yang selalu mendukungmu ketika kamu sedang berada di titik terbawah dalam hidupmu, dan selalu tertawa bersamamu ketika kamu sedang berada di puncak kebahagiaan.


Teman adalah, mereka yang tidak segan “menampar” kamu ketika memang kamu salah, dan tidak pula segan untuk memujimu ketika kamu berhasil.


Teman adalah, mereka yang tidak membuat kamu marah karena menyapa kita dengan panggilan hinaan, karena kamu tahu ada panggilan lebih hina lagi untuk mereka.


Well, yang terakhir ga selalu berlaku untuk semua pertemanan, tapi berlaku sekali pada hubungan yang saya alami sekarang. Mumpung ada waktu luang, plus desakan dari mereka (teman-teman yang memang tidak punya filter mulut, gesrek, namun ngangenin) akhirnya saya buat tulisan ini.


..................


Sebelumnya saya banyak sekali menjalin hubungan pertemanan. Namun entah kenapa, bagi saya, mereka ini adalah teman yang saya anggap “teman” sebenarnya. Bukan berarti mereka yang lain bukan teman saya, bukan seperti itu. Hanya saja saya tidak pernah merasa “saya” yang sepenuhnya jika berada di lingkungan lain. Dan akhirnya saya bertemu mereka, yang membuat saya menjadi “saya” yang saya kenal dulunya.


Mereka yang mendengarkan cerita saya, memberi saya masukan, membantu saya menyelesaikan masalah, yang rela tiap hari saya rusak indera pendengarannya karena suara saya yang cemplang, yang rela tiap hari mendengar umpatan-umpatan kekesalan saya, yang tiap hari saya recoki kegiatannya, dan lain-lain, dan lain-lain.


Sebut saja mereka teman. Ada Ade, Anggian, Suci, Ratry, Ivan, dan saya. Anggap saja mereka ini keluarga kedua saya. Ade dan Ratry yang karena kedewasaannya, saya anggap sebagai ibu (yang ternyata single parents karena mereka sama-sama single) (single yah bukan jomblo), ada juga Anggian, yang karena keimutan dan ukuran tubuhnya yang kurus kecil, saya anggap sebagai adik (yah walaupun sebenarnya dia sendiri yang mendifine dirinya sebagai adik), ada pula Suci yang saya anggap sebagai saudara perempuan saya karena kami memiliki ketertarikan terhadap hal yang sama kemudian tiap hari chat membahas hal yang tidak penting (baca: gosip), kemudian ada pula Ivan yang dengan kekonyolannya kini selalu membuat hari-hari kami cukup heboh.
Dengan mereka saya tahu, bagaimana rasanya menjadi perempuan sebenarnya. Sebelumnya saya bukan orang yang peduli penampilan, peduli berat badan, peduli percintaan. Namun kini, setelah mengenal mereka hidup saya berubah. Saya tahu bagaimana caranya merawat diri, menjadi perempuan sebenarnya. Bagaimana layaknya berperilaku seperti perempuan yang dewasa, yang harus mandiri, yang harus bisa kuat menghadapi apapun.


Dengan mereka pula saya bisa santai tertawa terbahak, bisa santai saja mengobrol tanpa takut berpikir “ini mereka ngomongin apa sih?”. Dengan mereka saya bisa tahu bagaimana harus menyembuhkan patah hati, harus bangkit, dan kembali hidup lagi. Dengan mereka saya bisa menjadi saya, apa adanya.


Mereka adalah orang-orang yang pertama kali membawa saya keluar dari zona nyaman saya, yang membuat saya seperti sekarang. Banyak orang bilang saya berubah, tapi saya tahu, saya berubah ke arah yang lebih baik, karena mereka lebih “memanusiakan” saya.


Mungkin tulisan ini agak sedikit berlebihan, tapi ini hanya sedikit ungkapan terima kasih saya, karena kalian yang selalu ada. Untuk Ade dan Ratry, yang membantu saya merawat diri, yang membantu saya menyembuhkan patah hati. Untuk Anggian, yang rela tiap hari menemani saya kemanapun, yang rela mengantar jemput saya, dan rela mengkoreksi grammar saya yang sering salah. Untuk Suci, yang tiap hari meramaikan handphone saya dengan cerita-cerita baru (baca: gosip) tiap harinya. Dan untuk Ivan, yah walaupun kita memang ga terlalu dekat, tapi terima kasih sudah membuat har-hari kami lebih cerah dengan kekonyolan yang kadang receh namun menghibur itu.


Mungkin pula tulisan ini tidak seperti yang kalian bayangkan, tidak memenuhi ekspektasi kalian akan saya. Namun sekali lagi, terima kasih, untuk kalian yang selalu ada.





For you, guys.



-tha-



Langganan: Postingan ( Atom )

ABOUT AUTHOR

just a girl who trying to be independent.

LATEST POSTS

  • Self-love.
    Setelah saya baca-baca ulang di blog ini, dulu saya pernah nulis “sakit hati di usia 20-an” waktu saya masih eaaaarrrrlyyyy 20, kayaknya umu...
  • Grief Phase
     Kata orang, "When you're happy, you enjoy the music. But when you're sad, you understand the lyrics." Same goes to me. Ka...
  • Hangat, sekali.
    Dua hari kemarin, saya diem-diem nangis. Akhir bulan kemarin, saya juga nangis. Semua tercatat rapi di buku yang saya tulis sendiri. Saya se...
  • The Energy.
    "Girls, kalian harus bisa aktifkan feminine energy kalian kalau pengen dapat cowok dengan masculine energy." "Jangan terlalu ...
  • That One Word.
     (ceritanya lagi nengokin blog setelah ditinggalin lama banget..) Oh, hi there. Apa kabar? How's life? Mine has its ups and downs, but s...
  • A self reminder.
    Dulu, kalo saya suka sama orang, saya ngomong. Saya nggak suka sesuatu, saya ngomong. Saya nggak suka diperlakukan begini, saya ngomong. Dul...
  • It's what we called; Human Journey.
    Saat ini, saya hanya seorang perempuan biasa berusia 28 tahun. Dan setelah 28 tahun saya hidup, banyak sekali pertemuan dan perpisahan yang ...
  • Oh, I can see the pink sky (again, finally)
      “Nggak mungkin sih hidup begini banget terus hadiahnya cuma piring cantik” — me mumbling to myself after a rough day.   “Iya tau nanti sem...
  • Memaafkan Diri.
    So, someone noticed that it’s been months since the last time I wrote here. Ya, memang.   By the last post, you can see a short writing....
  • What if…?
    Pukul 01.28 dini hari. Tiba-tiba bangun, nggak bisa tidur lagi. Saya scroll-scroll TikTok, lanjut scroll-scroll blog ini. Saya nulis dari um...

Blogger templates

Instagram

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2024 (7)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (8)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2020 (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (9)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2016 (25)
    • ►  Desember (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (2)
    • ▼  Februari (9)
      • Ngayal Babu...........
      • Whatever Happens to Your Life....Be Happy.
      • Ternyata Saya Masih Diingat!
      • Antara The Beatles sampai Justin Bieber.......
      • Sepucuk Cerita.
      • Kehilangan Arah.
      • Menjaga Batas.
      • Gadis Biasa Saja.
      • Sebut Saja Mereka Teman.
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (9)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2014 (10)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ► 2025 (1)
    • ► Mei (1)
  • ► 2024 (7)
    • ► Oktober (1)
    • ► September (1)
    • ► Mei (1)
    • ► Maret (2)
    • ► Februari (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2023 (8)
    • ► Oktober (1)
    • ► Agustus (2)
    • ► Juli (2)
    • ► April (1)
    • ► Maret (2)
  • ► 2022 (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2021 (13)
    • ► Desember (1)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (1)
    • ► September (2)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juli (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (3)
    • ► April (2)
  • ► 2020 (4)
    • ► November (2)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2019 (3)
    • ► November (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2018 (5)
    • ► Desember (1)
    • ► Oktober (1)
    • ► Agustus (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2017 (9)
    • ► Oktober (1)
    • ► September (1)
    • ► Juli (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (3)
    • ► April (1)
    • ► Februari (1)
  • ▼ 2016 (25)
    • ► Desember (5)
    • ► September (1)
    • ► Agustus (2)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (1)
    • ► April (2)
    • ► Maret (2)
    • ▼ Februari (9)
      • Ngayal Babu...........
      • Whatever Happens to Your Life....Be Happy.
      • Ternyata Saya Masih Diingat!
      • Antara The Beatles sampai Justin Bieber.......
      • Sepucuk Cerita.
      • Kehilangan Arah.
      • Menjaga Batas.
      • Gadis Biasa Saja.
      • Sebut Saja Mereka Teman.
    • ► Januari (2)
  • ► 2015 (9)
    • ► Desember (2)
    • ► Oktober (2)
    • ► September (1)
    • ► Agustus (1)
    • ► April (1)
    • ► Februari (2)
  • ► 2014 (10)
    • ► Desember (1)
    • ► November (1)
    • ► Oktober (1)
    • ► September (4)
    • ► Agustus (3)

Nama

Email *

Pesan *

Search

Like us on Facebook
Follow me on Twitter
ask me anything on askfm
  • Beranda

Menu

  • Beranda

About Me

ethaanastasia
The bubbly person behind the writings. Kinda depressed but well dressed.
Lihat profil lengkapku

About Me

ethaanastasia
The bubbly person behind the writings. Kinda depressed but well dressed.
Lihat profil lengkapku
  • Beranda

Latest Posts

  • Self-love.
    Setelah saya baca-baca ulang di blog ini, dulu saya pernah nulis “sakit hati di usia 20-an” waktu saya masih eaaaarrrrlyyyy 20, kayaknya umu...
  • Grief Phase
     Kata orang, "When you're happy, you enjoy the music. But when you're sad, you understand the lyrics." Same goes to me. Ka...
  • Hangat, sekali.
    Dua hari kemarin, saya diem-diem nangis. Akhir bulan kemarin, saya juga nangis. Semua tercatat rapi di buku yang saya tulis sendiri. Saya se...
  • The Energy.
    "Girls, kalian harus bisa aktifkan feminine energy kalian kalau pengen dapat cowok dengan masculine energy." "Jangan terlalu ...
  • That One Word.
     (ceritanya lagi nengokin blog setelah ditinggalin lama banget..) Oh, hi there. Apa kabar? How's life? Mine has its ups and downs, but s...
  • A self reminder.
    Dulu, kalo saya suka sama orang, saya ngomong. Saya nggak suka sesuatu, saya ngomong. Saya nggak suka diperlakukan begini, saya ngomong. Dul...
  • It's what we called; Human Journey.
    Saat ini, saya hanya seorang perempuan biasa berusia 28 tahun. Dan setelah 28 tahun saya hidup, banyak sekali pertemuan dan perpisahan yang ...
  • Oh, I can see the pink sky (again, finally)
      “Nggak mungkin sih hidup begini banget terus hadiahnya cuma piring cantik” — me mumbling to myself after a rough day.   “Iya tau nanti sem...
  • Memaafkan Diri.
    So, someone noticed that it’s been months since the last time I wrote here. Ya, memang.   By the last post, you can see a short writing....
  • What if…?
    Pukul 01.28 dini hari. Tiba-tiba bangun, nggak bisa tidur lagi. Saya scroll-scroll TikTok, lanjut scroll-scroll blog ini. Saya nulis dari um...

Blogroll

Flickr

About

Copyright 2014 Harta, Tahta, Margaretha.
Designed by OddThemes